REVOLUSI
YUGOSLAVIA
1.
Situasi
Yugoslavia akhir 1990-an dan pihak-pihak yang konflik serta penyebabnya.
Kemerosotan
perekonomian negara, kekalutan pemilihan presiden kolektif Yugoslavia dan tidak
adanya pemimpin sekaliber Josip Broz Tito memberikan andil besar akan
terjadinya disintegrasi di Yugoslavia. Pemimpin yang ada cenderung
diskriminatif dan mengembangkan sentiment etnis. Slobodan Milosevic ( kini
presiden Serbia) merasa dendanm atas perlakuan Tito yang menelantarkan etnis
Serbia.
Pekembangan
di Serbia lambat sehingga Milosevic mengeluhkan pembangunan yang ketinggalan
dari Kroasia dan Slovenia. Masa kepemimpinan Milosevic menjadi titik balik
kemunduran setelah PD II dan kemudian ia mundur dari jabatan presiden federasi
dan Stipe Mesic di calonkan. Pencalonan Stipe Mesic pada 15 Juni 1990 di veto
oleh Serbia, Montenegro, Kosovo dan Vojvodina. Blok Serbia menganggap Mesic
akan mendorong republic-republik di bagian utara ( Slovenia dan Kroasia) untuk
memerdekakan diri. Pada masalah ini yang konflik adalah Serbia dengan
Slovenia-Kroasia.
Kemelut
pemilihan presiden federasi tatap terjadi dan atas bantuan MEE maka pada
tanggal 1 Juni 1990 di Beograd Stipe Mesic resmi menjadi presiden federasi
Yugoslavia. Krisis kepresidenan masih terjadi Mesic di boikot pada saat akan
meyelenggarakan sidang dewan Kepresidenan Federal di Brioni. Boikot di lakukan
oleh Serbia, Montenegro, Kosovo dan Vojvodina. Blok Serbia menginginkan siding
di Beograd sementara Slovenia dan Kroasia menginginkan di Brioni. Sidang itu
ternyata salah satunya akan membahas keinginan rakyat republic Slovenia dan
Kroasia untuk memisahkan diri. Gagalnya sidang kepresidenan federal membawa
permusuhan antara Slovenia dan Kroasia untuk melawan konfederasi.
Mesic
adalah seorang Kroasia yang menyebut dirinya anti dan musuh besar komunisme,
sehingga Slobodan Milosevic presiden Serbia yang berhalauan komunis selalu
memboikot sidang Dewan Kepresidenan Federal. Hal ini menyebabkan pemerintah
federal lumpuh dan masing-masing republik berjalan sendiri-sendiri. Kemerosotan
ekonomi dan kekalutan lembaga kepresidenan telah emmpercepat proses pemisahan
republic-republik yang tergabung dalam federasi Yugoslavia. Kroasia dan
Slovenia semakin menuntut untuk memisahkan diri namun di halangi oleh blok
Serbia. Blok Serbia mengancam kedua republic dengan serangan militer namun
kedua republic semakin berani untuk mengumumkan kemerdekaannya dan lepas dari
federasi pada tanggal 25 Juni 1991. Akibatnya pertempuran tidak dapat di
hindarkan di samping itu Dewan Kepresidenan Federal terpecah belah karena
presiden dari Slovenia, Kroasia, Macedonia dan Bosnia-Herzegovina secar resmi
mengundurkan diri dan secara de facto Yugoslavia runtuh pada akhir Juni 1991.
Hal ini
membuat pihak-pihak dari luar seperti MEE dan Amerika Serikat mendesak agar
sengketa dan perang di hentikan namun tidak di dengarkan oleh pihak yang
bertikai. Perkembangan menunjukkan bahwa pemerintah federal yang di domonasi Serbia
melakukan pembantaian terhadap etnis Slovenia maupun Kroasia. Kejahatan perang
Serbia inilah yang menjadi alasan negara-negara MEE mengumumkan pengakuan
terhadap Slovenia dan Kroasia sebagai negara merdeka tanggal 15 Januari 1992
dengan beberapa syarat.
Perhatian
kemudian tertuju pada Bosnia-Herzegovina. Pemerintah baru Demokrat Nasional
sebenarnya tidak pernah menyatakan diri lepas dari Yugoslavia. Namun hal ini di
purat balikan oleh kelompok komunis dengan menyatakan Bosnia-Herzegovina
mengikuti jejak Kroasia dan Slovenia. Kelompok komunis segera mengadu domba
etnis-etnis di negara itu. Komunis menuduh Bosnia-Herzegovina ingin merdeka
dengan mengusir etnis Kroasia dan Serbia yang tinggal di negara itu. Kemudian
awal Pebruari 1992 tentara Serbia menyerbu dan membantai etnis Bosnia dan
korbannya mencapai 14.364 orang mati.
MEE dan
AS kemudian mengusulkan perundingan di Jenewa dengan pihak-pihak yang
bersengketa namun hasilnya gagal. Berbagai usaha telah di lakukan AS namun
tetap mengalami kegagalan. Kemudian AS mengundang presiden Bosnia-Herzegovina
yaitu Alija Izetbegovic, presiden Serbia yaitu Slobadon Milosevic dan presiden
Kroasia Stipe Mesic untuk berunding pada 21 November 1955 di Dayton. Kemudian
lahir kesepakatan yang di sebut Perjanjian Perdamaian Dayton oleh ketiga
presiden yang bersengketa dan sampai sekarang masih tetap di jadikan acuan
penyelesaian masalah Bosnia-Herzegovina.
2.
Dinamika
revolusi Yugoslavia.
Tahap
yang menentukan pertama revolusi Yugoslavia yang disalib di Novembcr 29, 1943 pada
pertemuan sesi kedua dari AVNOJ (Yugoslavia Dewan Anti-Fasis Pembebasan
Nasional) di Jayce. Pada kesempatan ini sebuah pemerintahan sementara yang
dibentuk adalah menjalankan otoritas atas semua wilayah yang diduduki oleh
partisan yang segera memeluk bagian utama dari Yugoslavia. Konstitusi
pemerintah ini, mendasarkan diri pada komite masyarakat terhadap pembebasan
nasional, yang muncul pada tahun 1941, menandakan bahwa kekuasaan ganda, yang
telah ada di Yugoslavia sejak awal pemberontakan partisan, sedang diatasi.
Mulai saat ini, tidak ada pertanyaan lebih lanjut dari adanya suatu aparatur
negara terpusat borjuis di Yugoslavia; hanya tinggal reruntuhan kekuasaan
borjuis, sama seperti langkah-langkah yang berurutan dari pengambilalihan dan
penyitaan hanya membiarkan reruntuhan milik borjuis. Aparat negara baru
terpusat, dibesarkan dalam komite rakyat, yang AVNOJ mulai membangun, adalah
aparat negara preponderantly proletar. Para CPY memiliki sebenarnya menaklukkan
kekuasaan di wilayah-wilayah yang dibebaskan, ini bagian dari Yugoslavia lagi
menjadi negara borjuis; bawah buruh dan tani pemerintah itu maju menuju
pencapaian akhir dari revolusi proletar.
Tahap
kedua yang menentukan dari revolusi Yugoslavia yang disalib pada Oktober 1945
dengan penarikan kedua menteri borjuis terakhir dari pemerintahan sementara
pusat. Konstitusi sangat pemerintah ini pada tahun 1944 hanyalah merupakan satu
episode dalam penyingkapan revolusi Yugoslavia dan diberlakukan oleh tekanan
bersama imperialisme dan birokrasi Soviet. Sementara memperlambat kemenangan
mutlak revolusi proletar, episode ini, bagaimanapun, tidak mengganggu
kemajuannya. Selama periode yang sangat dari pemerintah koalisi, aparat negara
baru berdasarkan komite rakyat diperpanjang atas wilayah Yugoslavia keseluruhan.
Selama periode ini semua sisa-sisa kekuatan politik borjuis telah dieliminasi.
Penarikan kedua menteri borjuis dari pemerintah pusat hanya ekspresi akhir dari
fakta bahwa kaum borjuis sebagai kelas telah kehilangan kekuasaan dan bahwa
aparatus negara baru adalah yang bersifat sosial berbeda dengan sebelum perang
Yugoslavia. Berawal saat ini , transisi antara buruh dan tani pemerintah dan
kediktatoran proletariat sedang diselesaikan dan Yugoslavia menjadi negara
pekerja Itu diwujudkan oleh kenyataan bahwa penaklukan revolusi Yugoslavia
proletar umum dan secara hukum konsolidasi tahun 1945. - 46 oleh undang-undang
tentang komite rakyat, hukum nasionalisasi alat-alat produksi industri, tambang
dan bank-bank dan oleh hukum pada penyitaan properti, undang-undang tentang
reformasi agraria dan pembatalan utang petani, dll.
Tahap
ketiga yang menentukan dari revolusi Yugoslavia yang disalib pada tanggal 28
Juni 1948 oleh perpecahan yang terjadi antara Kremlin dan CPY tersebut. Setelah
konsolidasi penaklukan revolusi Yugoslavia, CPY melanjutkan untuk ekstensi
mereka dengan nasionalisasi perdagangan besar dan sebagian besar perdagangan
eceran; pembentukan monopoli perdagangan luar negeri; awal kolektivisasi
pertanian dan lima tahun rencana industrialisasi dan elektrifikasi negeri. Pada
saat yang sama deformasi birokrasi dari kekuatan proletar dikembangkan di
Yugoslavia baik sebagai akibat dari karakter mundur dari negara dan kebijakan
Stalinis pimpinan CPY tersebut, meniru lembaga-lembaga Uni Soviet
terbirokratisasi. Perpecahan antara Kremlin dan . yang CPY, ekspresi penolakan
CPY untuk bawahan kepentingan revolusi Yugoslavia kepada mereka dari birokrasi
Soviet, membuka jalan untuk perjuangan melawan deformasi birokrasi
langkah-langkah utama yang diambil dalam kerangka perjuangan ini adalah:
konstitusi 'dewan dan awal pekerja pekerja manajemen perusahaan; demokratisasi
dari koperasi; penghapusan hak istimewa dari fungsionaris partai dan negara;
desentralisasi aparat mengarahkan ekonomi; awal demokratisasi kehidupan budaya
dan ideologis.
3.
Kekuatan
yang menentukan dalam revolusi.
Gerakan
massa buruh dan petani miskin dari penghuni imperialis, dalam kondisi ekstrim
penajaman kontradiksi sosial, membengkak kader memperjuangkan emansipasi
nasional, diperluas menjadi sebuah perjuangan melawan kaum penghisap
Yugoslavia, mengambil langkah pertama menuju pengambilalihan dan, dalam
perjalanan yang sangat dari perjuangan ini, menghancurkan aparatus negara yang
lama pada bagian terbesar dari wilayah Yugoslavia.
Kebijakan
spesifik CPY itu, membedakan diri dari bahwa dari semua partai-partai Komunis
lain Eropa, terutama di bawah tekanan massa, berturut-turut diterima, kemudian
mengambil alih kepemimpinan dalam penghancuran aparat negara yang lama borjuis;
disahkan, maka umum pembangunan aparatur negara baru proletar; konsolidasi,
kemudian memperluas penaklukan revolusi proletar, dengan menolak untuk menyerah
sebelum birokrasi Soviet dan dengan terlibat dalam perjuangan tegas terhadap
deformasi birokrasi negara buruh Yugoslavia.
4. Kepentingan dan perbedaan.
ü Kepentingannya
adalah menyatukan etnis-etnis, karena adanya pertentangan antar etnis-etnis.
ü Perbedaan
keinginan antara : Slovenia dan Kroasia melawan Serbia.
Kroasia
dan Slovenia, mengadakan referendum tentang pemisahan negeri dari Federasi
Yugoslavia. Hal ini ditentang oleh Serbia yang berkeinginan untuk menguasai
Yugoslavia, sehingga terjadi pertempuran antara Slovenia dan Kroasia melawan
Serbia.
5. akhir dari revolusi .
MEE dan PBB berupaya mengakhiri krisis disintegrasi yang
berkepanjangan di Yugoslavia, dengan mengusahakan berbagai misi perdamaian dan
sanksi ekonomi, namun sama sekali tidak
mengakhiri konflik. Bahkan Cyrus Vance (USA) dan Lord Owen (MEE) pernah
mengusulkan dalam perundingan di Jeneva dengan phak-pihak yang bersengketa di
Bosnia-Herzegovina, untuk membagi republik menjadi 10 daerah otonom, separuh bagi etnis Serbia Bosnia dan separuhnya
untuk Muslim Bosnia, namun di tolak. Hingga akhirnya, dengan segala
kemampuannya, Amerika mengundang para pemimpin Bosnia yaitu Alija Izetbegovic,
Serbia adalah Alobodan Milosevic dan Kroasia adalah Stipe Mesic untuk sekali
lagi berunding pada tanggal 21 November 1995, dengan disepakatinya Perdamaian
Dayton oleh ketiga presiden yang bersengketa tersebut. Hingga sampai sekarang,
Perjanjian Dayton inilah yang masih tetap dipakai sebagai acuan penyelesaian
masalah Bosnia-Herzegovina.
REVOLUSI
POLANDIA
1.
Situasi
Polandia akhir 1980-an dan pihak-pihak yang konflik serta penyebabnya.
Sejak
tahun 1979 , pendapatan nasional Polandia turun menjadi 2,2 % dan 4 % padahal
tahun-tahun sebelumnya rata-rata pertumbuhannya 9,4%. Factor utama menurunnya
pertumbuhan ekonomi di karenakan salah urus dalam modernisasi industri yang
menekannkan impor dan industry berat. Akibatnya meningkatkan hutang Polandia
hingga 27 milyear dollar USA. Utang tersebut di perkirakan terus meningkat
menjadi 33 milyar dollar USA pada 1985.
Sebab
lainnya kemerosotan Polandia yaitu penguasaan komunis yang menitik beratkan
anggaran belanja untuk membeli keperluan militer. Selain itu adalah
pemerintahan yang totaliter.
Pemerintahan
yang totaliter itu tidak efisien dan kontra produktif. Hal ini dapat di cermati
dari ideologi Marxisme-Leninisme membuat tidak ada kemajemukan termasuk
pendapat, ide maupun pikiran sehingga adanya ide yang berbeda berarti menentang
dan menentang berarti mati. Sehingga rakyat membenci pemeritahan tersebut.
Pada
tanggal 30 Juni 1980, terjadi konflik antar presiden Edward Gierek dan
rakyatnya serta pemerintahan dengan kaum buruh. Gierek mengumumkan adanya
kenaikan harga daging. Naiknya harga daging ini memberikan goncangan sosial.
Keterbatasan daya beli masyarakat untuk memeperoleh kebutuhan pokok menyulut
terjadinya aksi-aksi kaum buruh. Tuntutan ini lambat laun menjadi tuntutan
politis dengan di akui keberadaan kaum buruh secara hukum sebagai salah satu
kekuatan sosial politik buruh non-komunis. Proses tuntutan solidaritas dari
dari tuntutan non-politis menjadi politis di awali oleh peristiwa penangkapan
Anna Walentynowics salah satu aktivis gerakan kaum buruh pada tanggal 14 Agustus 1980. Para demonstran
kemudian melakukan pemogokan di galangan kapal Lenin, Gdansk. Tuntutan
demonstran yaitu di perbolehkan membentuk serikat buruh bebas, tahanan politik
di bebaskan dan akan ada kebebasan pers. Hal ini memaksa Edward Gierek untuk
berkompromi dengan kaum buruh. Secara marathon di adakan perjanjian di
Szeczecin pada 30 Agustus 1980, tanggal 31 Agustus di Gdansk dan 1 September
1980 di Jastrzebie. Melalui perjanjian ini aktivitas politik Serikat Buruh Bebas
telah mendapatkan legitimasi yuridis dari pemerintahan.
Dengan
ketiga perjanjian tersebut, kaum buruh memperoleh sejumlah keuntungan.
Keuntungan itu mencakup hak mogok dan menggunakannya, Serikat Buruh Solidaritas
di akui pemerintah, di hapuskannya hak monopoli partai atas media masa,
penyiaran misa pada hari minggu secara regular, janji pemerintah untuk
melakukan perbaikan ekonomi, janji pemerintah untuk memperhatikan masa depan
petani swasta, lima hari kerja dalam satu minggu dan janji pemerintah untuk
memberikan informasi mengenai keadaan ekonomi Polandia. Dengan kemenangain ini,
kaum buruh solidaritas makin kuat kedudukannya walaupun belum memenangkan semua
tuntutannya.
Kemudian
dalam partai buruh sendiri muncul serikat buruh independen, yang mengaibatkan
konflik dalam tubuh Komite Sentral Partai Buruh Polandia. Konflik ini menjadi
sebab utama Edward Gierek di pecat pada 11 Februari 1981 di gantikan oleh Stanislaw
Kania.
Adanya
ketegangan antara Serikat Buruh Babas dan pemerintah megakibatkan di lakukan tindakan konsolidasi dengan di
adakan kongres pada 5-7 Oktober 1981. Kemudian dalam perjuangan selanjutnya,
Serikat Buruh Solidaritas memanfaatkan dukungan politik internasional untuk
menentang rezim komunis penguasa. Ketidak tegasan pemerintah Polandia dalam
mengatasi aksi-aksi Serikat Buruh Bebas mendapat sorotan dari pejabat tinggi Partai
Komunis Uni Soviet. Hal ini menyebabkan Stanislaw Kania kedudukannya diganti
oleh Jaruszelski.
Upaya
Serikat Buruh Solidaritas dengan berbagai aksinya untuk menarik perhatian
internasional akhirnya terwujud. Kebijakan pemerintah dalam pemberlakukan Undang-undang
darurat militer telah berhasil menimbulkan berbagai reaksi keras dari berbagai
negara. Sehingga mengakibatkan kehidupan sosial ekonomi dalam negeri semakin
kacau. Kekacauan ini tampaknya akan munculnya penyelesaian internasional. Sehingga
Serikat Buruh Solidaritas mendapat dukungan dari Inggris, Perancis dan Jerman.
Reaksi
keras kemudian muncul dari kelompok komunis radikal terhadap pemerintah karena
parlemen membubarkan Solidaritas secara sepihak. Peristiwa ini menunjukkan
adanya perbedaan antara Serikat Buruh Bebas dengan serikat buruh milik
pemerintahan. Peristiwa ini semakin menambah simpati dunia terhadap perjuangan
Serikat Buruh Babas.
Pemerintah
pada tanggal 1 Pebruari 1988 mengumumkan kenaikan harga kebutuhan pokok sekitar
40% sampai 200 %. Hal ini membawa rakyat Polandia dalam kehidupan yang sangat
sulit di samping ancam konflik antara Serikat Buruh Bebas dengan Pemerintah.
Serikat Burh Bebas semakin bertindak keras dengan melakukan aksi mogok pada 16
April 1988. Akibat berbagai tekanan terhadap prmerintah, maka Jaruzelski pada
28 Agustus 1988 mengumumkan bahwa pemerintah bersedia bekerjasama dengan
Solidaritas. Selang beberapa bulan pada tanggal 16 Januari 1989 dalam sidang
Komite Sentral Partai Buruh Polandia Jeruzelski menunjukkan sikap kompromi pada
Solidaritas.
Pada 6
Pebruari sampai 5 April 1989 di adakan Round
Table Talks (RTT). Pihak pemerintah di wakili oleh Patai Petani dan Partai
Demokrasi dan pihak non pemerintah terdiri dari Gereja Katolik, Kelompok
Independen dan Solidaritas. Pihak barat memandang RTT sebagai symbol kemenangan
Solidaritas. Dari hasil kesepakatan dari RTT ini menunjukkan bahwa komunis
Polandia telah kehilangan dominasi pemerintahannya atas negaranya. Di pihak
lain kemenangan ini mencerminkan kemenangan perjuangan Solidaritas.
Pada
tanggal 4 Juni 1989 pemerintah mengadakan pemilihan umum bebas untuk
memilih wakil rakyat di parlemen maupun
senat. Hasilnya mengejutkan dimana pihak solidaritas memeperoleh 92 kursi dari
100 kursi di senat dan juga menduduki 160 dari 261 kursi lower house ,Sejm. Perkembangan ini mendorong presiden AS George
Bush berkunjung ke Polandia pada tanggal 18 Juni 1989. Hal ini secara implicit
menunjukkan bahwa pemerintahan komunis Polandia telah kehilangan kekuatan
politiknya.
2. dinamika dan kekuatan pendukung
revolusi Polandia 1989.
Sebuah gelombang serangan memukul Polandia pada bulan April
dan Mei 1988, dan gelombang kedua dimulai pada tanggal 15 Agustus 1988 ketika
pemogokan terjadi di Manifesto Juli tambang batubara di Jastrzębie-Zdrój, para
pekerja menuntut kembali legalisasi Solidaritas . Selama beberapa hari
berikutnya enam belas tambang lainnya melakukan pemogokan diikuti oleh sejumlah
galangan kapal, termasuk pada tanggal 22 Agustus Galangan Kapal Gdansk terkenal
sebagai pusat dari kerusuhan tahun 1980 industri yang menelurkan Solidaritas .
Pada 31 Agustus 1988 Lech Walesa, pemimpin dari Solidaritas,
diundang ke Warsawa oleh otoritas komunis yang akhirnya setuju untuk
pembicaraan. Pada tanggal 18 Januari 1989 di sesi badai dari Sidang Pleno
Kesepuluh yang berkuasa Partai Komunis, Jenderal Jaruzelski berhasil
mendapatkan dukungan partai untuk negosiasi formal dengan Solidaritas mengarah
ke legalisasi masa depan meskipun ini dicapai hanya dengan mengancam
pengunduran diri seluruh Partai Komunis kepemimpinan jika digagalkan.
Pada 6 Februari 1989 resmi diskusi Meja Bundar dimulai di
Aula Kolom di Warsawa. Pada tanggal 4 April 1989 bersejarah Perjanjian Meja
Bundar ditandatangani melegalkan Solidaritas dan menyiapkan sebagian bebas
pemilihan parlemen akan diselenggarakan pada tanggal 4 Juni 1989 (kebetulan,
hari setelah tindakan keras tengah malam pada demonstran Cina di Lapangan
Tiananmen). Sebuah gempa politik diikuti. Kemenangan Solidaritas melampaui
semua prediksi. Kandidat Solidaritas memenangi semua kursi mereka diizinkan
untuk bersaing untuk di Sejm , sementara di Senat mereka menangkap 99 dari 100
kursi yang tersedia (dengan kursi yang tersisa diambil oleh calon independen).
Pada saat yang sama, banyak kandidat Komunis terkemuka gagal untuk mendapatkan
bahkan jumlah minimum suara yang dibutuhkan untuk menangkap kursi yang
disediakan untuk mereka.
Pada tanggal 15 Agustus 1989, menyusul pembelotan untuk
Solidaritas dua Komunis 'mitra koalisi lama, para Orang Serikat `Partai (ZSL)
dan Partai Demokrat (SD), Komunis terakhir Perdana Menteri Polandia, Jenderal
Czeslaw Kiszczak , katanya akan mengundurkan diri untuk memungkinkan
non-Komunis untuk membentuk pemerintahan. Ini hampir meyakinkan bahwa anggota
Solidaritas akan menjadi perdana menteri.
Pada tanggal 19 Agustus 1989 di daerah aliran sungai saat
menakjubkan Tadeusz Mazowiecki, editor anti-Komunis, pendukung Solidaritas, dan
Katolik yang taat, dinominasikan sebagai Perdana Menteri Polandia - dan Uni
Soviet menyuarakan protes tidak, meskipun panggilan dari garis keras diktator
Rumania Nicolae Ceauşescu untuk Pakta Warsawa untuk campur tangan militer untuk
'menyelamatkan sosialisme' seperti yang terjadi di Praha pada tahun 1968. Lima
hari kemudian, pada tanggal 24 Agustus 1989, Parlemen Polandia mengakhiri lebih
dari 40 tahun satu partai aturan dengan membuat Mazowiecki negara Menteri
pertama non-Komunis Perdana sejak tahun-tahun pascaperang awal. Dalam Parlemen
tegang, Mr Mazowiecki mendapat 378 suara, dengan 4 menentang dan 41 abstain. Pada
tanggal 13 September 1989 pemerintah non-Komunis yang baru disetujui oleh
parlemen, yang pertama dari jenisnya di mantan Blok Timur .
3. Kekuatan yang menentukan revolusi.
ü Dukungan
Gorbachev
Pada Juli 1988, Gorbachev mengadakan kunjungan
ke Polandia dengan maksud memberikan dukungan politik kepada pemerintan, dimana
Gorbachev mendesak Jaruzelski untuk bersikap fleksibel dan mau membuka pintu
dialog bagi Lech Wales. Gorbachev juga mengunjungi pimpinan gereja Szeczecin,
dengan maksud agar pihak gereja mau bekerjasama dengan rezim komunis yang
berkuasa.
ü Pemerintah
dan kaum Solidaritas yang bersedia bekerjasama.
Pada tanggal 28 Agustus 1988 dalam Sidang Komite
Sentral Partai Komunis, pemerintah bersedia bekerjasama dengan Solidaritas, yaitu
dengan diadakannya perundingan dengan hasil disepakati bahwa Solidaritas
bersedia mengakhiri aksi-aksi pemogokan, dengan syarat pemerintah mau mengakui
eksistensi Solidaritas.
4. Kompromi yang diperjuangkan.
ü Diberhentikannya
aksi pemogokan oleh kaum Solidaritas.
Dalam Bidang Politik : Adanya tuntutan kelompok
Solidaritas, dimana Kelompok Solidaritas menuntut diakuinya keberadaan mereka
secara hukum sebagai salah satu kekuatan sosial politik buruh non-komunis.
ü Diakuinya
eksistensi kaum Solidaritas.
Melalui Sidang Komite Sentral Partai Komunis
pada tanggal 28 Agustus 1988, pemerintah bersedia bekerjasama dengan
Solidaritas, yaitu dengan diadakannya perundingan dengan hasil kesepakatan
bahwa Solidaritas bersedia mengakhiri aksi-aksi pemogokan, dengan syarat
pemerintah mau mengakui eksistensi Solidaritas.
5. Apa hasil konsensus yang diakhiri revolusi .
Hasil konsensus ditandai dengan berakhirnya aksi-aksi
pemogokan yang dilakukan oleh kaum buruh yang menuntut diakuinya eksistensi
Solidaritas sebagai Serikat Buruh Bebas yang merupakan wadah bagi para buruh
yang tidak berfasiliasi dengan komunis, yang pada akhirnya eksistensi
Solidaritas sebagai Serikat Buruh Bebas berhasil mendapat pengakuan.