This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 13 Mei 2013

PEMILIHAN UMUM PERTAMA 1955 : BUKTI NYATA DEMOKRASI


          Pemilihan umum adalah salah satu syarat agar sistem pemerintahan yang demokratis berfungsi. Pemilihan umum tercantum sebagai salah satu program dari kabinet parlementer RI pada waktu itu. Persiapan mendasar pemilu dapat diselesaikan di masa pemerintahan Kabinet Ali-Wongso. Kabinet itu diresmikan pada tanggal 31 Juli 1953. Salah satu persoalan di dalam negeri yang harus diselesaikan adalah persiapan pemilihan umum yang rencananya akan diadakan pada pertengahan tahun 1955.
 Pada tanggal 31 Juli 1954, Panitia Pemilihan Umum Pusat dibentuk. Panitia ini diketuai oleh Hadikusumo dari PNI. Pada tanggal 16 April 1955, Hadikusumo mengumumkan bahwa pemilihan umum untuk parlemen akan diadakan pada tanggal 29 September 1955. Pengumuman dari Hadikusumo sebagai ketua panitia pemilihan umum pusat mendorong partai untuk meningkatkan kampanyenya. Mereka berkampanye sampai pelosok desa. Setiap desa dan kota dipenuhi oleh tanda gambar peserta pemilu yang bersaing. Masing-masing partai beruasaha untuk mendapatkan suara yang terbanyak.
           
            RENCANA PELAKSANAAN PEMILU UMUM TAHUN 1955
Pada tanggal 29 Juli 1955, Mohammad Hatta mengumumkan 3 orang formatur untuk membentuk kabinet baru. Ketiga formatur itu terdiri atas Sukiman (Masyumi), Wilopo (PNI), dan Asaat (nonpartai). Pada waktu itu Presiden Soekarno sedang pergi ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Kabinet baru itu bertugas melaksanakan hal-hal berikut ini :
-          Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
-          Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah di tetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru.
     Ketiga formatur itu mencapai kesepakatan dan persetujuan menempatkan Mohammad Hatta sebagai perdana mentri dan mentri pertahanan. Namun kesulitan muncul karena Mohammad Hatta menjabat sebagai wakil Presiden. Kemudian muncul perbedaan pendapat antara PNI dan Masyumi. Formatur mengusulkan kepada Soekarno untuk mengnonaktifkan Mohammad Hatta dari jabatan dari jabatan wakil Presiden selama ia menjadi perdana mentri. Dalam pembahasan masalah itu ketiga formatur tidak mencapai titik temu. Pada tanggal 3 Agustus 1955, ketiga formatur mengembalikan mandat. Hatta kemudian menunjuk Mr. Burhanudin Harahap (Masyumi) untuk membentuk kabinet. Dalam program kabinet Burhanudin Harahap masalah pemilihan umum masih juga menjadi perhatian. Sesuai dengan rencana semula, pemilihan umum untuk anggota parlemen akan diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955 dan untuk pemilihan anggota Konstituante pada tanggal 15 desember 1955.

Selama tiga bulan pertama sejak Indonesia merdeka Indonesia hanya menganut dan mengenal partai tunggal yaitu PNI yang didasarkan pada keputusan PPKI tanggal 22 Agustus 1945. Selanjutnya pada tanggal 3 November 1945 atas usul BP. KNIP, pemerintah mengeluarkan maklumat yang pokoknya menganjurkan kepada rakyat agar mendirikan partai-partai politik. Maka sejak bulan November 1945 sampai dengan Desember 1945 tidak kurang 9 partai lahir. Maklumat pemerintah tanggal 3 november 1945 itu sendiri mempunyai tujuan sebagai berikut :
a.       Ke luar     : untuk memajukan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi
b.   Ke dalam : sebagai sarana agar segala aliran atau paham dalam masyarakat dapat dipimpin secara teratur
         Dari berbagai banyaknya parpol setelah adanya maklumat 3 November 1945 maka partai politik tersebut dikelompokkan menjadi empat aliran yaitu :
·         Kelompok Partai Islam
·         Kelompok Nasionalis
·         Kelompok Partai Sosialis
·         Kelompok Partai Kristen, Katholik

PELAKSANAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 1955
Pemilu merupakan salah satu sarana untuk melaksanakan demokrasi guna mengkutsertakan rakyat dalam kehidupan bernegara, belum dapat dilaksanakan di tahun-tahun pertama kemerdekaan sekalipun ide tentang itu sudah muncul adapun latar belakangnya adalah :
a.       Revolusi fisik/perang kemerdekaan, menuntut semua potensi bangsa untuk memfokuskan diri pada usaha mempertahankan kemerdekaan.
b.      Pertikaian Internal, baik dalam lembaga politik maupun pemerintah cukup menguras energi dan perhatian.
c.       Belum adanya UU pemilu yang mengatur tentang pelaksanaan pemilu ( UU pemilu baru disahkan pada tanggal 4 april 1953 yang dirancang dan disahkan  oleh kabinet wilopo)

Di dorong oleh kesadaran untuk menciptakan demokrasi yang sejati, masyarakt menuntut diadakan pmilu. Pesiapan pemilu dirintis oleh kabinet Ali Sastroamijoyo I. pemerintah membntuk panitia pemilu pada bulan Mei 1954. Panitia tersebut merencanakan pelaksanaan pemilu dalam dua tahap, yaitu :
·      Pemilu tahap pertama akan dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR.
·      Pemilu tahap kedua akan dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante (dewan pembuat UUD)
    Meskipun Kabinet Ali Jatuh, pemilu terlaksana sesuai dengan rncana semasa kabinet Burhanudin Harahap. Pemilu yang pertama dilaksanakan pada tahun 1955. Sekitar 39 Juta rakyat Indonesia datang ke bilik suara untuk memberikan suaranya. Pemilu saat itu berjalan dengan tertib, disiplin serta tanpa politik uang dan tekanan dari pihak manapun. Oleh karena itu, banyak pakar politik yang menilai bahwa pemilu tahun 1955 sebagai pemilu paling demokratis yang terlaksana di Indonesia sampai sekarang.
   Pemilu 1955 sekalipun merupakan yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia ternyata mempunyai beberapa catatan positif, antara lain :
a.       Tingkat partisipasi rakyat sangat besar ( + 90 % dari semua warga punya hak pilih)
b.      Prosentase suara yang sah cukup signifikan ( + 80 % dari suara yang masuk) padahal + 70 % penduduk Indonesia masih buta huruf
c.       Pelaksanaannya berjalan secara aman, tertib dan disiplin serta jauh dari unsur kecurangan dan kekerasan.

HASIL PEMILU I
             Hasil pemilu tahun 1955 memunculkan empat partai terkemuka yang meraih kursi terbanyak di DPR dan Konstituante. Keempat partai tersebut adalah;
·         Majelis suryoMuslimin Indonesia (Masyumi)
·         Partai Nasional Indonesia (PNI)
·         Nahdatul Ulama (NU) dan
·         Partai Komunis Indonesia (PKI)
     Dominiasi keempat partai tersebut tampak dari perimbangan kursi di DPR yang terdiri atas 272 kursi dan Konstituante 520 kursi. Perimbangan kursi DPR hasil Pemilu 1955 adalah sebagai brikut.
·         Masyumi  :           60 kursi
·         PNI          :           58 kursi
·         NU           :           47 kursi
·         PKI          :           32 kursi
·         Partai lain memperebutkan sisa 75 kursi.
Sedangkan perimbangan kursi Konstituante hasil pemilu 1955 adalah sebagai berikut :
·         Masyumi  :           119 kursi
·         PNI          :           112 kursi
·         NU           :             91 kursi
·         PKI          :             80 kursi
·         Partai lain memperebutkan sisa 118 kursi.

   Meskipun pemilu 1955 terlaksana secara demokratis, tetapi DPR maupun konstituante hasil pemilu tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Kecenderungan partai untuk lebih mementingkan kelompoknya daripada aspirasi rakyat masih tetap muncul. Akibatnya stabilitas politik yang semakin memuncak mendorong Presiden Soekarno mengeluarkan suatu dekrit yang mengakhiri masa Demokrasi Parlementer.

PERKEMBANGAN PEMERINTAH SETELAH PEMILIHAN UMUM 1955
Setelah pemilu tahun 1955, terjadi ketegangan dalam pemerintahan. Ketegangan tersebut akibat banyaknya mutasi yang dilakukan di beberapa kementrian, seperti kementrian dalam negeri, dan kementrian perekonomian. Hal itu menjadi salah satu faktor adanya desakan agar perdana mentri mengembalikan mandatnya. Akhirnya, pada tanggal 8 maret 1956, kabinet Burhanuddin Harahap jatuh. Presiden Soekarno pada tanggal 8 maret 1956 menunjuk Ali Sastroamijoyo untuk membentuk kabinet baru. Kabinet yang dibentuk itu adalah kabinet Koalisi tiga partai, yaitu PNI, Masyumi, NU, dan beberapa partai kecil lainnya.
Pada tanggal 20 Maret 1956, secara resmi diumumkan terbentuknya kabinet baru yang disebut kabinet Ali Sastroamijoyo II. Kabinet ini mendapat tentangan dario PKI dan PSI karena kedua partai itu tidak di ikut sertakan. Tentangan dari partai lainnya tidak begitu besar. Jumlah mentri dalam kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah 24 orang. Program kabinet itu disebut dengan rencana lima tahunan yang memuat program jangka panjang, misalnya memperjuangkan masalah Irian Barat ke wilayah republik Indonesia, melaksanakan pembentukan daerah otonom, mempercepat pemilihan anggota DPRD, mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai, menyehatkan keuangan negara sehingga tercapai keseimbangan anggaran belanja, serta berusaha untuk mewujudkan pergantian ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
             Kabinet yang baru berdiri itu mendapat kepercayaan penuh dari Presiden Soekarno. Hal itu terlihat dari pidatonya di depan parlemen pada tanggal 26 Maret 1956 yang menyebutkan bahwa kabinet itu sebagai titik tolak periode planning dan investment. Namun, pada saat kabinet Ali Sastroamijoyo berkobar semangat anti cina di masyarakat dan kekacauan di beberapa daerah.
         Sementara itu dengan dibatalkannya undang-undang pembatalan KMB oleh Presiden Soekarno pada tanggal 3 Mei 1956, timbul persoalan baru yaitu tentang nasib modal belanda yang ada di Indonesia. Ada anjuran untuk menasionalisasikan atau mengindonesianisasi perusahaan milik belanda yang ada di Indonesia. Ada anjuran untuk mengindonesiasikan atau menasionalisasikan perusahan milik belanda. Namun, sebagian besar anggota kabinet menolak tindakan tersebut. Pada waktu itu banyak orang belanda yang menjual perusahannya terutama para orang cina. Karena merekalah yang memiliki uang. Orang-orang Cina rata-rata sudah memiliki ekonomi yang kuat di Indonesia. Itulah sebabnya tanggal 19 Maret 1956, Mr. Assat di depan Kongres Nasional Importir Indonesia di Surabaya menyatakan bahwa pemerintah perlu mengeluarkan peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional. Hal itu penting karena pengusaha Indonesia tidak mampu bersaing dengan pengusaha nonpribumi, khususnya Cina. Pernyataan Asaat itu mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Kemudian lahirlah gerakan Asaat di mana-mana. Pemerintah menanggapi gerakan itu dengan dikeluarkannya pernyataan dari mentri perekonomian Burhanudin (NU) bahwa pemerintah akan memberi        bantuan terutama kepada perusahaan yang seratus persen milik orang Indonesia.
                       
KEGAGALAN PENYUSUNAN UUD BARU
            Konstituante mempunyai tugas untuk merumuskan UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Dewan itu mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956. Namun sampai tahun 1958 dewan itu belum menunjukan kemampuan apapun. Sidang diwarnai oleh perdebatan yang berkepanjangan sehingga kesepakatan merumuskan UUD selalu menemukan jalan buntu. Kenyataan itu menimbulkan krisis politik di dalam negeri. Krisis itu diperburuk oleh gejala pembengkakan di daerah seperti pemberontakan PRRI dan permesta.
          Situasi negara yang kian genting tidak membuat konstituante tergerak untuk merampungkan tugasnya. Dewan itu masih saja larut dalam perdebatan yang alot mengenai UUD yang akan di berlakukan di Indonesia. Masalah yang paling penting mengenai dasar negara. Di tengah kemacetan konstituante yang mengancam keutuhan negara, pada tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno berpidato di depan sidang konstituante. Dalam pidatonya itu ia mengajukan agar dalam rangka demokrasi terpimpin, konstituante menetapkan UUD 1945 menjadi undang-undang dasar Republik Indonesia yang tetap.
      Menanggapi usul Presiden tersebut, konstituante melakukan pemungutan suara untuk menentukan apakah akan menerima atau menolak usul tersebut. Sidang pemungutan suara pada tanggal 29 Mei 1959 tidak mencapai korum karena karena banyak anggota yang hadir. Keadaan itu menimbulkan kemacetan lagi dalam sidang konstituante. Pemungutan suara yang terakhir di lakukn pada tanggal 2 Juni 1959. Akan tetapi korum tidak terpenuhi. Guna mengatasi kemacetan, konstituante memutuskan reses. Ternyata reses itu untuk selama-lamanya. Bagi kalangan mliliter, trutama angkatan darat, kemacetan dalam konstituante merumuskan UUD dan menanggapi tawaran Presiden dapat menjerumuskan negara dalam bahaya perpecahan. Pendapat itu memang beralasan karena negara sedang menghadapi masalah keamanan yang amat berat. Atas dasar pertimbangan menyelamatkan negara kepala staf angkatan darat, Letnan Jenderal A.H. Nasution, mengeluarkan larangan itu dikeluarkan atas nama pemerintah. Larangan itu di tindak lanjuti oleh Presiden Soekarno dengan mengeluarkan suatu dekrit. Dekrit tersebut akibat pembubaran konstituante dan pemberlakuan kembali UUD 1945. Tindakan Presiden tersebut mendapat sambutan dari kalangan militer, semua politisi, dan masyarakat yang telah jenuh dengan tidak kunjung selesainya krisis politik dan ekonomi.

Selasa, 23 April 2013

STRATEGI JEPANG DALAM PERANG DUNIA II (1939-1945)


Perang Dunia II berkecamuk di Eropa yang sejak tahun 1939 yang melibatkan pihak Poros melawan Sekutu. Jepang tergabung dalam pihak Poros bersama Jerman dan Italia pada tahun 1939. Hal ini merupakan strategi Jepang untuk memperoleh kemenangan yaitu bergabung dengan negara-negara kuat. Dalam perjanjian, Jerman menyetujui niat Jepang untuk menciptakan sebuah kekaisaran di Pasifik. Pada masa ini Jepang dapat mengambil alih wilayah Perancis di Pasifik seperti Vietnam dan melanjutkan perang melawan Cina.
            Banyak pihak yang menduga bahwa Jepang akan menyerang Filipina. “Kepentingan Jepang untuk menduduki Vietnam ialah untuk menguasai hasil padi, karet, batubara, timah dan menyerang Cina-Bebas dari jurusan lain” ( A. Dasuki,1965:56). Menanggapi kemungkinan ini, Roosevelt Presiden Amerika Serikat menghentikan penjulan tertentu kepada Jepang, termasuk sumber daya alam seperti minyak bumi, baja dan besi. Jepang memandang hal ini termasuk pemindahan Armada Pasifik Amerika Serikat ke Hawaii, sebagai suatu ancaman. Pihak Jepang telah memutuskan bahwa untuk mendapatkan minyak bumi, mereka harus mengambil alih wilayah di Pasifik, termasuk Filipina. Dengan demikian hal pertama yang dilakukan Jepang yaitu harus mengalahkan Armada Pasifik AS di Pearl Harbor.
            Pada 24 Juli 1941 pasukan-pasukan Jepang menduduki Vietnam. Dua hari setelah itu presiden Roosevelt mengumumkan dekrit pembekuan semua valuta Jepang di AS, yang di ikuti oleh Inggris dan sekutunya dan juga kemudian Hindia Belanda. Semua angkatan perang di Filipina di taruh di bawah pengawasan AS dan jendral Douglas Mac Arthur di angkat menjadi panglima besar di “Timur Jauh”. Pada 17 Agustus 1941 AS memperingatkan duta besar Jepang di Washington, Laksamana Nomura bahwa tindakan politik Jepang jauh untuk menjejakkan kekuasaan militernya di Asia akan di balas juga oleh AS dengan tidakan-tindakan yang perlu untuk melindungi hak-hak dan kepentingan-kepentingan AS ( A. Dasuki,1965:58).
 Jepang dan AS melakukan perundingan agar pasukan Jepang menarik pasukannya dari Vietnam dan Cina. Perundingan itu menemui jalan buntu dan gagal. Reaksi Jepang terhadap gagalnya perundingan itu yaitu mengangkat senjata terhadap dan akan AS , tetapi Jepang masih pura-pura masih bersedia akan terus berunding.
            Jepang memutuskan untuk menyerang Armada Pasifik AS di Hawaii. Strategi awal yang dilakukan yaitu dilaksanakan oleh komandan Armada Gabungan AL Jepang, Isoroku Yamamoto. Januari 1941 ia memindahkan kapal induknya secara diam-diam ke lokasi dekat Hawaii. Ia menyiapkan strategi serangan yang harus benar-benar tak terduga yang akan di lancarkan oleh segala jenis pesawat pengebom. Awal april 1941, Jepang menempatkan mata-matanya, Takeo Yoshikawa di Hawaii yang menyamar sebagai diplomat Jepang. Yamamoto menunjuk Jendral Hideki Tijo sebagai Pedana Mentri Jepang yang sama-sama setuju akan menyerang Pearl Harbor. Mereka menetapkan tanggal serangan 7 Desember 1941. Agar serangan itu benar-benar mengetujkan, Jepang meyakinkan AS bahwa kedua negara tidak mungkin akan berperang.
            Minggu pagi 7 Desember 1941 sekitar pkul 05.30 waktu Pearl Harbor kapal induk Jepang telah sampai pada sekitar 322 km dari pulau Oahu Hawaii sedang menunggu aba-aba untuk melakukan serangan. Sekitar pukul 6 pagi gelombang serangan pertama di mulai. 183 pesawat tempur Jepang lepas landas dari kapal induk Akagi dan serangan kedua lepas landas pada pukul setengah 7. Serangan yang di lancarkan benar-benar tak terduga. Pesawat pengankut torpedo mulai menyerang kapal tempur, kapal perusak, kapal penjelajah dan kapal-kapal lain.
            Strategi serangan tak terduga Jepang berjalan dengan baik. Serangan pertama terhadap Pearl Harbor adalah pada pukul 07:53 tanggal 7 Desember, Waktu Hawaii ataupun pukul 03:23 tanggal 8 Desember Waktu Jepang. Hanya dalam beberapa menit saja kapal tempur California, West Virginia dan Oklahoma tenggelam. 429 awak kapal tewas dalam kapal Oklahoma. Kapal Utah terbalik dengan 58 awak kapal di dalamnya.
            Gelombang pertama serangan pesawat Jepang berakhir pukul 8.35. dua puluh menit kemudian terjadi gelombang serangan kedua. Mereka melanjutkan serangan terhadap kapal-kapal yang belum di hancurkan. Serangan itu berakhir sebelum pukul 10.00. hal ini menyebabkan Sebanyak 21 kapal AS tenggelam atau hancur, termasuk kapal tempur, 164 pesawat hancur dqn 159 rusak berat. Jepang hanya kehilangan 29 kapal dan 5 kapal selam ringan. Korban jiwa sangat banyak: 2.341 pelaut, tentara dan kru pesawat AS tewas, 1.143 terluka, dan 49 warga sipil tewas serta 35 luka-luka. Pihak Jepang hanya kehilangan nyawa 64 orang.
            Strategi menghancurkan Pearl Harbor terlebih dahulu ternyata membuahkan hasil. Pada bulan-bulan berikutnya, Jepang menang di Pasifik. Jepang menguasai Guam, Pulau Wake dan wilayah lainnya.  Tahun 1942 Jepang juga berhasil merebut Filipina. Untuk sementara Jepang menguasai seluruh Wilayah Pasifik.
Setelah terjadinya penyerangan terhadap Pearl Harbor, pada tanggal 8 Desember 1941 Presiden Roosevelt membacakan pidato kepada kongres yang menyatakan perang terhadap Jepang. AS melakukan serangan balasan beberapa bulan kemudian pada tanggal 18 April 1942. 16 pesawat pengbom AS menyerang Tokyo pada siang hari. Serangan itu hanya mengakibatkan  kerusakan kecil, tetapi perlahan mampu mengubah keadaan di Pasifik. Titik baliknya terjadi pada Juni 1942 ketika Jepang menglami kekelahan di Midway, dekat Hawaii.
            Sejak terjadinya pertempuran di Laut Karang pada 7 Maret 1942 jalannya Perang Pasifik telah sampai pada titik perkisaran. Angkatan Laut dan Udara Sekutu bergasil menggagalkan penyerbuan Jepang ke daratan Australia dan 100.000 ton kapal Jepang di kirim ke dasar laut anatara kepulauan Solomon dan Pulau Irian. Hal ini menegaskan bawha kekuatan offensife Jepang sudah melewati garis batasnya. Serangan Jepang ke Pulau Midway di pukul mundur oleh kekuatan laut dan udara Amerika Serikat denagn kerugian besar di pihak Jepang. Dalam pertempuran laut selama tiga hari disekitar kepulauan Solomon angkatan perang Amerika mencapai kemenangan pada 12 November 1942. Sejak itu Amerika adalah pihak offensif ( A. Dasuki,1965:60).

            Angkatan bersenjata AS mengalahkan Jepang di Guadalcanal tahun 1943, merebut Guam tahun 1944 juga menang di Iwo Jima dan Okinawa tahun 1945. Tampaknya strategi Jepang untuk menyerang AS di Pearl Harbor menjadi boomerang yang nyata yang dan membuat Jepang kalah dan menyerah dalam PD II. Jendral Mac Arthur di Filipina harus meninnggalkan Filipina untuk bergabung angkatan perang Sekutu di Pasifik. AS menggunakan siasat merebut kembali pulau-pulau yang diduduki satu per satu. Cara ini tidak efektif kemudian dig anti dengan strategi “Loncat Katak” yaitu dengan memilih menguasai pulau-pulau yang strategis yang di kuasai Jepang. Mereka berhasil menguasai menguasai kepulauan Solomon, Marshall, Mariana, Filipina, Okinawa dan kemudian ke Jepang.
Sementara itu, di Eropa, angkatan bersenjata AS bergabung dengan Inggris dalam perang melawan Jerman. Pada 6 Juni 1944 tentara Sekutu mendarat di pesisir Perancis dan mereka berhasil menguasai Paris, Belanda dan Belgia. Pada awal tahun 1945, Jerman sudah di ambang kekalahan. Hitler bunuh diri tanggak 30 April dan Jerman kemudian menyerah seminggu kemudian.
            Jepang terus berperang dengan AS. Roosevelt  meninggal pada 12 April 1945 dan di gantikan Harry Truman. Ia memutuskan untuk memakai senjata baru yaitu bom atom. Bom yang di beri nama “Litle Boy” itu di jatuhkan di kota Hiroshima pada 6 Agustus, yang menewaskan setengan dari 300.000 penduduk kota itu. Presiden Truman memperingatkan Jepang jika mereka tidak mau menyerah tanpa syarat akan lebih banyak lagi kota yang bernasib sama dengan Hiroshima. Pada tanggal 9 Agustus pengebom AS menjatuhkan kembali bom bernama “Fat Man” di kota Nagasaki yang menewaskan kira-kira 40.000 orang. Hal ini sangat memukul Jepang dan membuat Jepang menyerah tanpa syarat pada 14 Agustus dan Perang Dunia berakhir.

            Jepang sudah kehilangan akal. Menyerah merupakan strategi terbaik untuk menyelamatkan rakyat dari gempuran AS. Dalam jangka masa panjang serangan ke atas Pearl Harbor merupakan malapetaka bagi Jepang. Malah Laksamana Yamamoto Isoroku, yang mencetuskan ide menyerang Pearl Harbor, telah meramalkan bahwa dengan kejayaan menyerang Angkatan Amerika Serikat tidak akan dan tidak mampu memenangkan peperangan dengan Amerika Serikat, sebab kemampuan  Amerika terlalu besar.



Minggu, 21 April 2013

REVOLUSI YUGOSLAVIA DAN REVOLUSI POLANDIA AKHIR ABAD -20






REVOLUSI YUGOSLAVIA

1.      Situasi Yugoslavia akhir 1990-an dan pihak-pihak yang konflik serta penyebabnya.
Kemerosotan perekonomian negara, kekalutan pemilihan presiden kolektif Yugoslavia dan tidak adanya pemimpin sekaliber Josip Broz Tito memberikan andil besar akan terjadinya disintegrasi di Yugoslavia. Pemimpin yang ada cenderung diskriminatif dan mengembangkan sentiment etnis. Slobodan Milosevic ( kini presiden Serbia) merasa dendanm atas perlakuan Tito yang menelantarkan etnis Serbia.
Pekembangan di Serbia lambat sehingga Milosevic mengeluhkan pembangunan yang ketinggalan dari Kroasia dan Slovenia. Masa kepemimpinan Milosevic menjadi titik balik kemunduran setelah PD II dan kemudian ia mundur dari jabatan presiden federasi dan Stipe Mesic di calonkan. Pencalonan Stipe Mesic pada 15 Juni 1990 di veto oleh Serbia, Montenegro, Kosovo dan Vojvodina. Blok Serbia menganggap Mesic akan mendorong republic-republik di bagian utara ( Slovenia dan Kroasia) untuk memerdekakan diri. Pada masalah ini yang konflik adalah Serbia dengan Slovenia-Kroasia. 
Kemelut pemilihan presiden federasi tatap terjadi dan atas bantuan MEE maka pada tanggal 1 Juni 1990 di Beograd Stipe Mesic resmi menjadi presiden federasi Yugoslavia. Krisis kepresidenan masih terjadi Mesic di boikot pada saat akan meyelenggarakan sidang dewan Kepresidenan Federal di Brioni. Boikot di lakukan oleh Serbia, Montenegro, Kosovo dan Vojvodina. Blok Serbia menginginkan siding di Beograd sementara Slovenia dan Kroasia menginginkan di Brioni. Sidang itu ternyata salah satunya akan membahas keinginan rakyat republic Slovenia dan Kroasia untuk memisahkan diri. Gagalnya sidang kepresidenan federal membawa permusuhan antara Slovenia dan Kroasia untuk melawan konfederasi.
Mesic adalah seorang Kroasia yang menyebut dirinya anti dan musuh besar komunisme, sehingga Slobodan Milosevic presiden Serbia yang berhalauan komunis selalu memboikot sidang Dewan Kepresidenan Federal. Hal ini menyebabkan pemerintah federal lumpuh dan masing-masing republik berjalan sendiri-sendiri. Kemerosotan ekonomi dan kekalutan lembaga kepresidenan telah emmpercepat proses pemisahan republic-republik yang tergabung dalam federasi Yugoslavia. Kroasia dan Slovenia semakin menuntut untuk memisahkan diri namun di halangi oleh blok Serbia. Blok Serbia mengancam kedua republic dengan serangan militer namun kedua republic semakin berani untuk mengumumkan kemerdekaannya dan lepas dari federasi pada tanggal 25 Juni 1991. Akibatnya pertempuran tidak dapat di hindarkan di samping itu Dewan Kepresidenan Federal terpecah belah karena presiden dari Slovenia, Kroasia, Macedonia dan Bosnia-Herzegovina secar resmi mengundurkan diri dan secara de facto Yugoslavia runtuh pada akhir Juni 1991.
Hal ini membuat pihak-pihak dari luar seperti MEE dan Amerika Serikat mendesak agar sengketa dan perang di hentikan namun tidak di dengarkan oleh pihak yang bertikai. Perkembangan menunjukkan bahwa pemerintah federal yang di domonasi Serbia melakukan pembantaian terhadap etnis Slovenia maupun Kroasia. Kejahatan perang Serbia inilah yang menjadi alasan negara-negara MEE mengumumkan pengakuan terhadap Slovenia dan Kroasia sebagai negara merdeka tanggal 15 Januari 1992 dengan beberapa syarat.
Perhatian kemudian tertuju pada Bosnia-Herzegovina. Pemerintah baru Demokrat Nasional sebenarnya tidak pernah menyatakan diri lepas dari Yugoslavia. Namun hal ini di purat balikan oleh kelompok komunis dengan menyatakan Bosnia-Herzegovina mengikuti jejak Kroasia dan Slovenia. Kelompok komunis segera mengadu domba etnis-etnis di negara itu. Komunis menuduh Bosnia-Herzegovina ingin merdeka dengan mengusir etnis Kroasia dan Serbia yang tinggal di negara itu. Kemudian awal Pebruari 1992 tentara Serbia menyerbu dan membantai etnis Bosnia dan korbannya mencapai 14.364 orang mati.
MEE dan AS kemudian mengusulkan perundingan di Jenewa dengan pihak-pihak yang bersengketa namun hasilnya gagal. Berbagai usaha telah di lakukan AS namun tetap mengalami kegagalan. Kemudian AS mengundang presiden Bosnia-Herzegovina yaitu Alija Izetbegovic, presiden Serbia yaitu Slobadon Milosevic dan presiden Kroasia Stipe Mesic untuk berunding pada 21 November 1955 di Dayton. Kemudian lahir kesepakatan yang di sebut Perjanjian Perdamaian Dayton oleh ketiga presiden yang bersengketa dan sampai sekarang masih tetap di jadikan acuan penyelesaian masalah Bosnia-Herzegovina.
 
2.      Dinamika revolusi Yugoslavia.
Tahap yang menentukan pertama revolusi Yugoslavia yang disalib di Novembcr 29, 1943 pada pertemuan sesi kedua dari AVNOJ (Yugoslavia Dewan Anti-Fasis Pembebasan Nasional) di Jayce. Pada kesempatan ini sebuah pemerintahan sementara yang dibentuk adalah menjalankan otoritas atas semua wilayah yang diduduki oleh partisan yang segera memeluk bagian utama dari Yugoslavia. Konstitusi pemerintah ini, mendasarkan diri pada komite masyarakat terhadap pembebasan nasional, yang muncul pada tahun 1941, menandakan bahwa kekuasaan ganda, yang telah ada di Yugoslavia sejak awal pemberontakan partisan, sedang diatasi. Mulai saat ini, tidak ada pertanyaan lebih lanjut dari adanya suatu aparatur negara terpusat borjuis di Yugoslavia; hanya tinggal reruntuhan kekuasaan borjuis, sama seperti langkah-langkah yang berurutan dari pengambilalihan dan penyitaan hanya membiarkan reruntuhan milik borjuis. Aparat negara baru terpusat, dibesarkan dalam komite rakyat, yang AVNOJ mulai membangun, adalah aparat negara preponderantly proletar. Para CPY memiliki sebenarnya menaklukkan kekuasaan di wilayah-wilayah yang dibebaskan, ini bagian dari Yugoslavia lagi menjadi negara borjuis; bawah buruh dan tani pemerintah itu maju menuju pencapaian akhir dari revolusi proletar.
Tahap kedua yang menentukan dari revolusi Yugoslavia yang disalib pada Oktober 1945 dengan penarikan kedua menteri borjuis terakhir dari pemerintahan sementara pusat. Konstitusi sangat pemerintah ini pada tahun 1944 hanyalah merupakan satu episode dalam penyingkapan revolusi Yugoslavia dan diberlakukan oleh tekanan bersama imperialisme dan birokrasi Soviet. Sementara memperlambat kemenangan mutlak revolusi proletar, episode ini, bagaimanapun, tidak mengganggu kemajuannya. Selama periode yang sangat dari pemerintah koalisi, aparat negara baru berdasarkan komite rakyat diperpanjang atas wilayah Yugoslavia keseluruhan. Selama periode ini semua sisa-sisa kekuatan politik borjuis telah dieliminasi. Penarikan kedua menteri borjuis dari pemerintah pusat hanya ekspresi akhir dari fakta bahwa kaum borjuis sebagai kelas telah kehilangan kekuasaan dan bahwa aparatus negara baru adalah yang bersifat sosial berbeda dengan sebelum perang Yugoslavia. Berawal saat ini , transisi antara buruh dan tani pemerintah dan kediktatoran proletariat sedang diselesaikan dan Yugoslavia menjadi negara pekerja Itu diwujudkan oleh kenyataan bahwa penaklukan revolusi Yugoslavia proletar umum dan secara hukum konsolidasi tahun 1945. - 46 oleh undang-undang tentang komite rakyat, hukum nasionalisasi alat-alat produksi industri, tambang dan bank-bank dan oleh hukum pada penyitaan properti, undang-undang tentang reformasi agraria dan pembatalan utang petani, dll.
Tahap ketiga yang menentukan dari revolusi Yugoslavia yang disalib pada tanggal 28 Juni 1948 oleh perpecahan yang terjadi antara Kremlin dan CPY tersebut. Setelah konsolidasi penaklukan revolusi Yugoslavia, CPY melanjutkan untuk ekstensi mereka dengan nasionalisasi perdagangan besar dan sebagian besar perdagangan eceran; pembentukan monopoli perdagangan luar negeri; awal kolektivisasi pertanian dan lima tahun rencana industrialisasi dan elektrifikasi negeri. Pada saat yang sama deformasi birokrasi dari kekuatan proletar dikembangkan di Yugoslavia baik sebagai akibat dari karakter mundur dari negara dan kebijakan Stalinis pimpinan CPY tersebut, meniru lembaga-lembaga Uni Soviet terbirokratisasi. Perpecahan antara Kremlin dan . yang CPY, ekspresi penolakan CPY untuk bawahan kepentingan revolusi Yugoslavia kepada mereka dari birokrasi Soviet, membuka jalan untuk perjuangan melawan deformasi birokrasi langkah-langkah utama yang diambil dalam kerangka perjuangan ini adalah: konstitusi 'dewan dan awal pekerja pekerja manajemen perusahaan; demokratisasi dari koperasi; penghapusan hak istimewa dari fungsionaris partai dan negara; desentralisasi aparat mengarahkan ekonomi; awal demokratisasi kehidupan budaya dan ideologis.
 
3.      Kekuatan yang menentukan dalam revolusi.
Gerakan massa buruh dan petani miskin dari penghuni imperialis, dalam kondisi ekstrim penajaman kontradiksi sosial, membengkak kader memperjuangkan emansipasi nasional, diperluas menjadi sebuah perjuangan melawan kaum penghisap Yugoslavia, mengambil langkah pertama menuju pengambilalihan dan, dalam perjalanan yang sangat dari perjuangan ini, menghancurkan aparatus negara yang lama pada bagian terbesar dari wilayah Yugoslavia.
Kebijakan spesifik CPY itu, membedakan diri dari bahwa dari semua partai-partai Komunis lain Eropa, terutama di bawah tekanan massa, berturut-turut diterima, kemudian mengambil alih kepemimpinan dalam penghancuran aparat negara yang lama borjuis; disahkan, maka umum pembangunan aparatur negara baru proletar; konsolidasi, kemudian memperluas penaklukan revolusi proletar, dengan menolak untuk menyerah sebelum birokrasi Soviet dan dengan terlibat dalam perjuangan tegas terhadap deformasi birokrasi negara buruh Yugoslavia.
 
4.      Kepentingan dan perbedaan. 
ü      Kepentingannya adalah menyatukan etnis-etnis, karena adanya pertentangan antar etnis-etnis.
ü      Perbedaan keinginan antara : Slovenia dan Kroasia melawan Serbia.
Kroasia dan Slovenia, mengadakan referendum tentang pemisahan negeri dari Federasi Yugoslavia. Hal ini ditentang oleh Serbia yang berkeinginan untuk menguasai Yugoslavia, sehingga terjadi pertempuran antara Slovenia dan Kroasia melawan Serbia.
 
5.      akhir dari revolusi .
MEE dan PBB berupaya mengakhiri krisis disintegrasi yang berkepanjangan di Yugoslavia, dengan mengusahakan berbagai misi perdamaian dan sanksi ekonomi,  namun sama sekali tidak mengakhiri konflik. Bahkan Cyrus Vance (USA) dan Lord Owen (MEE) pernah mengusulkan dalam perundingan di Jeneva dengan phak-pihak yang bersengketa di Bosnia-Herzegovina, untuk membagi republik menjadi 10 daerah otonom,  separuh bagi etnis Serbia Bosnia dan separuhnya untuk Muslim Bosnia, namun di tolak. Hingga akhirnya, dengan segala kemampuannya, Amerika mengundang para pemimpin Bosnia yaitu Alija Izetbegovic, Serbia adalah Alobodan Milosevic dan Kroasia adalah Stipe Mesic untuk sekali lagi berunding pada tanggal 21 November 1995, dengan disepakatinya Perdamaian Dayton oleh ketiga presiden yang bersengketa tersebut. Hingga sampai sekarang, Perjanjian Dayton inilah yang masih tetap dipakai sebagai acuan penyelesaian masalah Bosnia-Herzegovina. 
 
 
 
REVOLUSI POLANDIA
 
1.      Situasi Polandia akhir 1980-an dan pihak-pihak yang konflik serta penyebabnya.
Sejak tahun 1979 , pendapatan nasional Polandia turun menjadi 2,2 % dan 4 % padahal tahun-tahun sebelumnya rata-rata pertumbuhannya 9,4%. Factor utama menurunnya pertumbuhan ekonomi di karenakan salah urus dalam modernisasi industri yang menekannkan impor dan industry berat. Akibatnya meningkatkan hutang Polandia hingga 27 milyear dollar USA. Utang tersebut di perkirakan terus meningkat menjadi 33 milyar dollar USA pada 1985.
Sebab lainnya kemerosotan Polandia yaitu penguasaan komunis yang menitik beratkan anggaran belanja untuk membeli keperluan militer. Selain itu adalah pemerintahan yang totaliter.
Pemerintahan yang totaliter itu tidak efisien dan kontra produktif. Hal ini dapat di cermati dari ideologi Marxisme-Leninisme membuat tidak ada kemajemukan termasuk pendapat, ide maupun pikiran sehingga adanya ide yang berbeda berarti menentang dan menentang berarti mati. Sehingga rakyat membenci pemeritahan tersebut.
Pada tanggal 30 Juni 1980, terjadi konflik antar presiden Edward Gierek dan rakyatnya serta pemerintahan dengan kaum buruh. Gierek mengumumkan adanya kenaikan harga daging. Naiknya harga daging ini memberikan goncangan sosial. Keterbatasan daya beli masyarakat untuk memeperoleh kebutuhan pokok menyulut terjadinya aksi-aksi kaum buruh. Tuntutan ini lambat laun menjadi tuntutan politis dengan di akui keberadaan kaum buruh secara hukum sebagai salah satu kekuatan sosial politik buruh non-komunis. Proses tuntutan solidaritas dari dari tuntutan non-politis menjadi politis di awali oleh peristiwa penangkapan Anna Walentynowics salah satu aktivis gerakan kaum buruh pada  tanggal 14 Agustus 1980. Para demonstran kemudian melakukan pemogokan di galangan kapal Lenin, Gdansk. Tuntutan demonstran yaitu di perbolehkan membentuk serikat buruh bebas, tahanan politik di bebaskan dan akan ada kebebasan pers. Hal ini memaksa Edward Gierek untuk berkompromi dengan kaum buruh. Secara marathon di adakan perjanjian di Szeczecin pada 30 Agustus 1980, tanggal 31 Agustus di Gdansk dan 1 September 1980 di Jastrzebie. Melalui perjanjian ini aktivitas politik Serikat Buruh Bebas telah mendapatkan legitimasi yuridis dari pemerintahan.
Dengan ketiga perjanjian tersebut, kaum buruh memperoleh sejumlah keuntungan. Keuntungan itu mencakup hak mogok dan menggunakannya, Serikat Buruh Solidaritas di akui pemerintah, di hapuskannya hak monopoli partai atas media masa, penyiaran misa pada hari minggu secara regular, janji pemerintah untuk melakukan perbaikan ekonomi, janji pemerintah untuk memperhatikan masa depan petani swasta, lima hari kerja dalam satu minggu dan janji pemerintah untuk memberikan informasi mengenai keadaan ekonomi Polandia. Dengan kemenangain ini, kaum buruh solidaritas makin kuat kedudukannya walaupun belum memenangkan semua tuntutannya.
Kemudian dalam partai buruh sendiri muncul serikat buruh independen, yang mengaibatkan konflik dalam tubuh Komite Sentral Partai Buruh Polandia. Konflik ini menjadi sebab utama Edward Gierek di pecat pada 11 Februari 1981 di gantikan oleh Stanislaw Kania.
Adanya ketegangan antara Serikat Buruh Babas dan pemerintah megakibatkan  di lakukan tindakan konsolidasi dengan di adakan kongres pada 5-7 Oktober 1981. Kemudian dalam perjuangan selanjutnya, Serikat Buruh Solidaritas memanfaatkan dukungan politik internasional untuk menentang rezim komunis penguasa. Ketidak tegasan pemerintah Polandia dalam mengatasi aksi-aksi Serikat Buruh Bebas mendapat sorotan dari pejabat tinggi Partai Komunis Uni Soviet. Hal ini menyebabkan Stanislaw Kania kedudukannya diganti oleh Jaruszelski.
Upaya Serikat Buruh Solidaritas dengan berbagai aksinya untuk menarik perhatian internasional akhirnya terwujud. Kebijakan pemerintah dalam pemberlakukan Undang-undang darurat militer telah berhasil menimbulkan berbagai reaksi keras dari berbagai negara. Sehingga mengakibatkan kehidupan sosial ekonomi dalam negeri semakin kacau. Kekacauan ini tampaknya akan munculnya penyelesaian internasional. Sehingga Serikat Buruh Solidaritas mendapat dukungan dari Inggris, Perancis dan Jerman.
Reaksi keras kemudian muncul dari kelompok komunis radikal terhadap pemerintah karena parlemen membubarkan Solidaritas secara sepihak. Peristiwa ini menunjukkan adanya perbedaan antara Serikat Buruh Bebas dengan serikat buruh milik pemerintahan. Peristiwa ini semakin menambah simpati dunia terhadap perjuangan Serikat Buruh Babas.
Pemerintah pada tanggal 1 Pebruari 1988 mengumumkan kenaikan harga kebutuhan pokok sekitar 40% sampai 200 %. Hal ini membawa rakyat Polandia dalam kehidupan yang sangat sulit di samping ancam konflik antara Serikat Buruh Bebas dengan Pemerintah. Serikat Burh Bebas semakin bertindak keras dengan melakukan aksi mogok pada 16 April 1988. Akibat berbagai tekanan terhadap prmerintah, maka Jaruzelski pada 28 Agustus 1988 mengumumkan bahwa pemerintah bersedia bekerjasama dengan Solidaritas. Selang beberapa bulan pada tanggal 16 Januari 1989 dalam sidang Komite Sentral Partai Buruh Polandia Jeruzelski menunjukkan sikap kompromi pada Solidaritas.
Pada 6 Pebruari sampai 5 April 1989 di adakan Round Table Talks (RTT). Pihak pemerintah di wakili oleh Patai Petani dan Partai Demokrasi dan pihak non pemerintah terdiri dari Gereja Katolik, Kelompok Independen dan Solidaritas. Pihak barat memandang RTT sebagai symbol kemenangan Solidaritas. Dari hasil kesepakatan dari RTT ini menunjukkan bahwa komunis Polandia telah kehilangan dominasi pemerintahannya atas negaranya. Di pihak lain kemenangan ini mencerminkan kemenangan perjuangan Solidaritas.
Pada tanggal 4 Juni 1989 pemerintah mengadakan pemilihan umum bebas untuk memilih  wakil rakyat di parlemen maupun senat. Hasilnya mengejutkan dimana pihak solidaritas memeperoleh 92 kursi dari 100 kursi di senat dan juga menduduki 160 dari 261 kursi lower house ,Sejm. Perkembangan ini mendorong presiden AS George Bush berkunjung ke Polandia pada tanggal 18 Juni 1989. Hal ini secara implicit menunjukkan bahwa pemerintahan komunis Polandia telah kehilangan kekuatan politiknya.

2.      dinamika dan kekuatan pendukung revolusi Polandia 1989.
Sebuah gelombang serangan memukul Polandia pada bulan April dan Mei 1988, dan gelombang kedua dimulai pada tanggal 15 Agustus 1988 ketika pemogokan terjadi di Manifesto Juli tambang batubara di Jastrzębie-Zdrój, para pekerja menuntut kembali legalisasi Solidaritas . Selama beberapa hari berikutnya enam belas tambang lainnya melakukan pemogokan diikuti oleh sejumlah galangan kapal, termasuk pada tanggal 22 Agustus Galangan Kapal Gdansk terkenal sebagai pusat dari kerusuhan tahun 1980 industri yang menelurkan Solidaritas .
Pada 31 Agustus 1988 Lech Walesa, pemimpin dari Solidaritas, diundang ke Warsawa oleh otoritas komunis yang akhirnya setuju untuk pembicaraan. Pada tanggal 18 Januari 1989 di sesi badai dari Sidang Pleno Kesepuluh yang berkuasa Partai Komunis, Jenderal Jaruzelski berhasil mendapatkan dukungan partai untuk negosiasi formal dengan Solidaritas mengarah ke legalisasi masa depan meskipun ini dicapai hanya dengan mengancam pengunduran diri seluruh Partai Komunis kepemimpinan jika digagalkan.
Pada 6 Februari 1989 resmi diskusi Meja Bundar dimulai di Aula Kolom di Warsawa. Pada tanggal 4 April 1989 bersejarah Perjanjian Meja Bundar ditandatangani melegalkan Solidaritas dan menyiapkan sebagian bebas pemilihan parlemen akan diselenggarakan pada tanggal 4 Juni 1989 (kebetulan, hari setelah tindakan keras tengah malam pada demonstran Cina di Lapangan Tiananmen). Sebuah gempa politik diikuti. Kemenangan Solidaritas melampaui semua prediksi. Kandidat Solidaritas memenangi semua kursi mereka diizinkan untuk bersaing untuk di Sejm , sementara di Senat mereka menangkap 99 dari 100 kursi yang tersedia (dengan kursi yang tersisa diambil oleh calon independen). Pada saat yang sama, banyak kandidat Komunis terkemuka gagal untuk mendapatkan bahkan jumlah minimum suara yang dibutuhkan untuk menangkap kursi yang disediakan untuk mereka.
Pada tanggal 15 Agustus 1989, menyusul pembelotan untuk Solidaritas dua Komunis 'mitra koalisi lama, para Orang Serikat `Partai (ZSL) dan Partai Demokrat (SD), Komunis terakhir Perdana Menteri Polandia, Jenderal Czeslaw Kiszczak , katanya akan mengundurkan diri untuk memungkinkan non-Komunis untuk membentuk pemerintahan. Ini hampir meyakinkan bahwa anggota Solidaritas akan menjadi perdana menteri.
Pada tanggal 19 Agustus 1989 di daerah aliran sungai saat menakjubkan Tadeusz Mazowiecki, editor anti-Komunis, pendukung Solidaritas, dan Katolik yang taat, dinominasikan sebagai Perdana Menteri Polandia - dan Uni Soviet menyuarakan protes tidak, meskipun panggilan dari garis keras diktator Rumania Nicolae Ceauşescu untuk Pakta Warsawa untuk campur tangan militer untuk 'menyelamatkan sosialisme' seperti yang terjadi di Praha pada tahun 1968. Lima hari kemudian, pada tanggal 24 Agustus 1989, Parlemen Polandia mengakhiri lebih dari 40 tahun satu partai aturan dengan membuat Mazowiecki negara Menteri pertama non-Komunis Perdana sejak tahun-tahun pascaperang awal. Dalam Parlemen tegang, Mr Mazowiecki mendapat 378 suara, dengan 4 menentang dan 41 abstain. Pada tanggal 13 September 1989 pemerintah non-Komunis yang baru disetujui oleh parlemen, yang pertama dari jenisnya di mantan Blok Timur .
 
3.      Kekuatan yang menentukan revolusi.
ü      Dukungan Gorbachev
Pada Juli 1988, Gorbachev mengadakan kunjungan ke Polandia dengan maksud memberikan dukungan politik kepada pemerintan, dimana Gorbachev mendesak Jaruzelski untuk bersikap fleksibel dan mau membuka pintu dialog bagi Lech Wales. Gorbachev juga mengunjungi pimpinan gereja Szeczecin, dengan maksud agar pihak gereja mau bekerjasama dengan rezim komunis yang berkuasa.
ü      Pemerintah dan kaum Solidaritas yang bersedia bekerjasama.
Pada tanggal 28 Agustus 1988 dalam Sidang Komite Sentral Partai Komunis, pemerintah bersedia bekerjasama dengan Solidaritas, yaitu dengan diadakannya perundingan dengan hasil disepakati bahwa Solidaritas bersedia mengakhiri aksi-aksi pemogokan, dengan syarat pemerintah mau mengakui eksistensi Solidaritas.
 
4.      Kompromi yang diperjuangkan.
ü      Diberhentikannya aksi pemogokan oleh kaum Solidaritas.
Dalam Bidang Politik : Adanya tuntutan kelompok Solidaritas, dimana Kelompok Solidaritas menuntut diakuinya keberadaan mereka secara hukum sebagai salah satu kekuatan sosial politik buruh non-komunis.
ü      Diakuinya eksistensi kaum Solidaritas.
Melalui Sidang Komite Sentral Partai Komunis pada tanggal 28 Agustus 1988, pemerintah bersedia bekerjasama dengan Solidaritas, yaitu dengan diadakannya perundingan dengan hasil kesepakatan bahwa Solidaritas bersedia mengakhiri aksi-aksi pemogokan, dengan syarat pemerintah mau mengakui eksistensi Solidaritas.
 
5.      Apa hasil konsensus yang diakhiri revolusi .
Hasil konsensus ditandai dengan berakhirnya aksi-aksi pemogokan yang dilakukan oleh kaum buruh yang menuntut diakuinya eksistensi Solidaritas sebagai Serikat Buruh Bebas yang merupakan wadah bagi para buruh yang tidak berfasiliasi dengan komunis, yang pada akhirnya eksistensi Solidaritas sebagai Serikat Buruh Bebas berhasil mendapat pengakuan.